Desa, Laut dan Harapan: Membangun Kemandirian Pesisir Maluku Utara

ilustrasi nelayan
Ilustrasi nelayan. (Foto: pixabay.com)

Di balik setiap jaring yang ditebar dan perahu yang melaut, ada harapan besar bagi desa-desa kita untuk bangkit dan maju bersama laut yang dijaga.

Mengembangkan Pasar Digital dan Branding Lokal

Keterbatasan akses pasar juga menjadi hambatan besar. Banyak desa di Maluku Utara masih tergantung pada pasar lokal yang menawarkan harga rendah. Padahal, era digital membuka peluang besar. E-commerce, media sosial, dan kemitraan dengan platform pemasaran bisa menjadi jembatan menuju pasar nasional hingga internasional.

Untuk itu, perlu dilakukan pelatihan pemasaran digital, pengembangan merek lokal yang kuat, dan peningkatan kualitas produk. Langkah-langkah ini sejalan dengan semangat yang ditanamkan oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendesa PDT) melalui program BUM Desa Perikanan. Program ini mendorong desa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan kekayaan alamnya sendiri secara mandiri.

Pelestarian Ekosistem Laut: Pilar Masa Depan

Namun, kemandirian yang tidak dibarengi dengan keberlanjutan akan menjadi bumerang. Laut yang rusak karena penangkapan berlebih, hutan mangrove yang hilang, dan terumbu karang yang rusak akan merusak ekosistem penyangga kehidupan desa pesisir. Oleh karena itu, pelestarian lingkungan laut adalah bagian tak terpisahkan dari pembangunan desa.

Dalam hal ini, pemikiran Elinor Ostrom, penerima Nobel Ekonomi, menjadi sangat relevan. Ia membuktikan bahwa komunitas lokal dapat mengelola sumber daya alam secara efektif dan berkelanjutan jika diberi akses dan hak untuk mengatur sendiri.

Penerapan peraturan desa (Perdes) untuk zona tangkap, konservasi terumbu karang, dan pelestarian mangrove harus menjadi bagian dari tata kelola desa pesisir di Maluku Utara.

Wisata Bahari: Alternatif Ekonomi Berbasis Alam

Selain perikanan, sektor wisata bahari juga bisa menjadi sumber pendapatan alternatif yang sangat potensial. Keindahan laut Maluku Utara, baik untuk snorkeling, diving, maupun wisata edukasi konservasi laut, bisa dikembangkan menjadi ekowisata yang memberi manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat tanpa merusak lingkungan.

Desa Bajo di Wakatobi dan Desa Papagarang di NTT telah membuktikan bahwa konservasi dan wisata bisa berjalan beriringan. Maluku Utara pun punya peluang serupa. Wisata berbasis komunitas juga menjadi cara untuk memperkenalkan budaya pesisir, kuliner laut, dan nilai-nilai lokal ke dunia luar. 

Baca pula:  Tuntas, Seluruh Desa di Pulau Morotai Bentuk Kopdes Merah Putih

Desa sebagai Subjek bukan Objek

Pada akhirnya, kemandirian desa di Maluku Utara adalah tentang menempatkan desa sebagai subjek pembangunan- yang berdaulat atas sumber dayanya, berdaya secara ekonomi, dan bijak secara ekologis. Potensi perikanan bukan hanya tentang ekonomi, tapi juga tentang harga diri, keberlanjutan, dan masa depan generasi desa.

Dengan kolaborasi yang erat antar masyarakat, pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan, kita bisa menjadikan Maluku Utara sebagai model nasional kemandirian desa berbasis laut.

Kemandirian ini bukan hanya soal berdikari secara ekonomi, tetapi juga berdaulat secara ekologis dan bermartabat secara sosial. Karena di balik setiap jaring yang ditebar dan perahu yang melaut, ada harapan besar bagi desa-desa kita untuk bangkit dan maju bersama laut yang dijaga.


WhatsApp Channel SALOI.ID