Desa, Laut dan Harapan: Membangun Kemandirian Pesisir Maluku Utara

ilustrasi nelayan
Ilustrasi nelayan. (Foto: pixabay.com)

Pemerintah daerah bisa berperan menyediakan infrastruktur dasar, seperti rumah produksi yang higienis dan pelatihan keterampilan teknis. Sektor swasta dapat hadir membawa teknologi dan akses pasar yang lebih luas. Sementara masyarakat desa menjadi penggerak utama di lapangan. Kemitraan seperti ini sejatinya bukan hanya soal ekonomi, tetapi soal kedaulatan desa atas sumber dayanya sendiri.

Pub Medsos 17 5
Asmar Hi. Daud
Akademisi

Maluku Utara, provinsi kepulauan di timur Indonesia, dikenal memiliki potensi perikanan yang melimpah. Lautnya yang kaya, biota laut yang beragam, dan tradisi maritim yang kuat menjadikannya salah satu pusat sumber daya perikanan di Indonesia. Namun, kekayaan ini belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa pesisir. Padahal, dengan pengelolaan yang tepat dan kolaborasi lintas sektor, potensi perikanan ini bisa menjadi fondasi kuat untuk membangun kemandirian desa secara berkelanjutan.

Kemandirian Desa dan Perikanan: Sebuah Kerangka Pembangunan Lokal

Kemandirian desa bukan sekadar bebas dari ketergantungan bantuan luar, melainkan kemampuan desa untuk mengelola sumber daya lokalnya sendiri- untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga kelestarian lingkungan.

Dalam konteks desa pesisir, sumber daya perikanan adalah aset utama yang bisa menjadi lokomotif pembangunan lokal. Ketika masyarakat desa mampu memproduksi dan membudidaya secara berkelanjutan, mengolah hasil laut menjadi produk bernilai tambah, mengakses pasar secara mandiri, serta menjaga ekosistem laut secara partisipatif sambil membangun kelembagaan ekonomi lokal seperti BUM Desa atau koperasi nelayan- saat itulah kemandirian desa benar-benar hadir.

Pemikiran ini sejalan dengan pandangan Prof. Mubyarto, tokoh ekonomi kerakyatan Indonesia, yang menegaskan bahwa pembangunan desa seharusnya berbasis kekuatan lokal. Menurutnya, desa yang kaya akan sumber daya laut harus mampu mengelola kekayaan itu untuk kesejahteraan masyarakatnya, bukan malah menjadi objek eksploitasi pihak luar.

Dalam konteks Maluku Utara, dari Pulau Morotai hingga Pulau Obi di Halmahera Selatan, dari Pulau Talabu hingga Pulau Moti, dari pesisir Jara-jara hingga Maba dan Patani, laut tidak hanya menjadi sumber pangan, tapi juga peluang ekonomi yang belum tergarap optimal.

Baca pula:  Ini 7 Kecamatan di Provinsi Maluku Utara yang Status IDM-nya “Maju”

Dari Budidaya Hingga Produk Olahan: Memaksimalkan Nilai Tambah

Sektor perikanan di Maluku Utara memiliki dua kekuatan besar: perikanan tangkap dan budidaya perikanan. Namun, perikanan tangkap kerap tidak stabil karena faktor cuaca dan musim. Oleh karena itu, pengembangan budidaya seperti udang vaname, rumput laut, ikan kerapu, nila, dan lobster menjadi solusi jangka panjang yang lebih berkelanjutan.

Sayangnya, hasil laut masih banyak dijual dalam bentuk mentah dengan nilai ekonomi rendah. Padahal, jika dikelola dan diolah menjadi produk seperti abon ikan, kerupuk ikan, ikan asap, atau sambal khas pesisir, hasil perikanan ini bisa memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi.

Pendekatan ini sesuai dengan prinsip yang ditekankan oleh FAO, yang mendorong pengelolaan perikanan berbasis masyarakat atau community-based fisheries management, di mana masyarakat tidak hanya memanfaatkan, tetapi juga mengolah dan menjaga sumber daya lautnya secara adil dan lestari.

Tantangan Infrastruktur dan Solusi Kolaboratif

Meskipun potensinya besar, pengembangan sektor ini tidak lepas dari tantangan- terutama dalam hal infrastruktur. Minimnya fasilitas penyimpanan dingin (cold storage), fasilitas pengolahan yang belum memadai, serta keterbatasan transportasi membuat rantai nilai perikanan belum berjalan maksimal. Maka, kolaborasi antara pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi sangat penting.

Pemerintah daerah bisa berperan menyediakan infrastruktur dasar, seperti rumah produksi yang higienis dan pelatihan keterampilan teknis. Sektor swasta dapat hadir membawa teknologi dan akses pasar yang lebih luas.

Sementara masyarakat desa menjadi penggerak utama di lapangan. Kemitraan seperti ini sejatinya bukan hanya soal ekonomi, tetapi soal kedaulatan desa atas sumber dayanya sendiri.

WhatsApp Channel SALOI.ID